Sejarah Terapi Lintah di Dunia Kedokteran

Sejarah Terapi Lintah di Dunia Kedokteran

Ahli Medis (Kedokteran) Menggunakan Terapi Lintah
Mari mengulik Sejarah Terapi Lintah di Dunia Kedokteran
terapi lintah sesungguhnya sudah di kenal zaman dahulu dan di gunakan untuk mengobati berbagai penyakit yang di derita manusia sekitar kurang lebih 5000 tahun yang lalu ahli pengobatan di mesir sudah menggunakan lintah untuk mengobati pasiennya karena terapi lintah dapt menyembhkan demam dan perut kembung.

Bangsa roma juga menggukan lintah sebagai pengobatan dan bahkan bangsa roma menyebut lintah sebagai hirudo, plinius menggunakan lintah untuk mengobati nyeri rematik dan semua tipe deman Alexander de Tralles antara tahun 525-605 M menggunakan lintah untuk mengobati kehilangan pendengaran, selama jaman kekusaan romah dokter dari Marcus Aurelius, mengembangkan lebih jauh konsep pathologi humoral. Konsep ini dibangun berdasarkan teori Hippocrates (460-370 SM), mengenai hukum keseimbangan, dimana semua sistem tubuh adalah seimbang. Penyakit terjadi karena adanya ketidakseimbangan.

Galen berpikir pentingnya memelihara keseimbangan keempat humor, yaitu darah (blood), dahak (phlegm), empedu kuning (yellow bile) dan empedu hitam (black bile). Setiap humor berhubungan dengan karakteristik khusus kepribadian seseorang yaitu periang (sanguine), dingin (phlegmatic), pemarah (choleric) dan pemurung (melancholic). Galen mengklasifikasikan lintah sebagai bagian dari sistem elemen yaitu api, tanah, udara dan air yang harus selalu seimbang dengan penyaluran kelebihan zat dalam tubuh. Lintah digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit kulit dan jiwa di antaranya penyakit “melankolis” yang berkaitan dengan empedu hitam. Ilmu dokter Salernitan ini berangsur-angsur menyebar dari Italia ke seluruh Eropa.

Seorang dokter Arab yang sangat terkenal pada tahun 978-1037 M, percaya lintah dapat mengeluarkan darah dari bagian tubuh yang lebih dalam dibandingkan dengan bekam basah (wet cupping). Dalam bukunya “The Canon of Medicine” (Alqanoon-fiTibb)), Ibnu Sina menulis langkah-langkah bagaimana lintah dapat digunakan untuk pengobatan

Pada akhir abad Galenisme, dokter menggunakan lintah terutama untuk mengurangi cairan merugikan langsung dari bagian tubuh yang terkena penyakit. Mereka percaya terapi ini akan menaikkan
“pembakaran internal” cairan tubuh yang berasal dari penyakit secara alami. Selain itu, terapi lintah juga dijadikan sebagai pengganti penyayatan vena (veneseksi). Abraham Zacuto (1575-1642), pendukung utama Galen, mengembangkan kisaran indikasi dan dasar empiris selama beberapa tahun berikutnya

Pada abad ke-17, konsep pathologi humoral Galen harus berkompetisi dengan munculnya pergerakan medis baru yang memiliki cara pengeluaran darah yang berbeda. Pendukung kimia kedokteran (iatrochemistry) cenderung menolak semua bentuk pengeluaran darah. Mereka percaya hal itu dapat memperpendek usia, dan menurut kitab suci, darah adalah tempat jiwa dan sumber energi kehidupan. Mereka percaya penyakit disebabkan archeus9, yang dipengaruhi ideo morbus, sehingga pengeluaran darah tidak akan menyembuhkan pikiran tak wajar, penyebab dari segala macam penyakit. Banyak ahli kimia kedokteran kemudian menerapkan teknik berbeda dengan pembatasan yang lebih lunak.

Sementara itu, opini pendukung fisika kedokteran (iatrophysic) sangat berbeda. Mereka percaya terapi ini mutlak diperlukan. Berdasarkan hukum mekanik, pengeluaran darah akan mempengaruhi tekanan, daya tahan, dan kecepatan mengalir darah, yang menghasilkan pendistribusian kembali darah secara sementara dalam tubuh, yang akhirnya kembali mempengaruhi pembuluh darah, jantung dan komposisi darah

Kombinasi teori mekanik kedokteran (iatromechanic) dan konsep pathologi humor dari Galen sangat menonjol pada abad ke-18. Berdasarkan paradigma ini, darah adalah campuran labil dari berbagai substansi yang berbeda dan cenderung membusuk, karena itu penting dijaga agar terus mengalir, sehingga terhindar dari terjadinya pengentalan (thickening)

F. Hoffmann (1660-1742) pendukung mekanik kedokteran (iatromechanic), menggunakan lintah untuk mengobati penyakit akut dan pencegahan penyakit. Berdasarkan konsep plethora, dokter menyimpulkan terapi lintah efektif untuk penyakit kejiwaan, depresi, kejang, radang selaput dada, asma, dan kulit.

Terapi lintah menjadi populer pada abad ke-18-19 M, dan mencapai puncaknya tahun 1830 di Perancis ketika dipraktekkan oleh F.J.V.Broussais, dokter yang terkenal paling haus darah dalam sejarah, juga kepala Rumah Sakit Val de Grâce di Paris dan ahli bedah di Grande Armée Napoleon, (Castiglioni, 1948). Pelopor pengobatan psikologi ini percaya bahwa semua penyakit dapat ditelusuri menuju ke penyebab utamanya yaitu peradangan. Karena itu kelebihan akumulasi darah dan pengurangan rasa nyeri membutuhkan banyak terapi lintah dan rasa lapar.

Terapi lintah menonjol dalam dunia pengobatan. Antara tahun 1829-1836 M, sekitar 5-6 juta lintah digunakan setiap tahun. Karena permintaan sangat tinggi, dokter Inggris terpaksa mengimpor lintah tahun 1810. Ini mengakibatkan kendala finansial dalam pengembangan terapi.

Sekitar tahun 1850 popularitas lintah hilang. Berdasarkan catatan sebuah rumah sakit di Inggris, tahun 1832 digunakan hampir 100.000 lintah, namun lima puluh tahun kemudian jumlahnya menurun hingga kurang dari 2000 lintah. Efek terapisnya tidak sesuai lagi dengan konsep modern, karena metode eksperimen ditingkatkan dan metode empiris dibatasi secara ketat. Dengan berkembangnya ilmu psikologi modern, patologi dan mikrobiologi, lintah tidak diminati dokter dan pasien lagi. Selama periode ini hanya beberapa referensi ditemukan.

Terapi lintah kembali mengalami kebangkitan pada tahun 1920an anggota kelompok dokter naturopatik menjadi pendukung utamanya. Aschner menguraikan teknik pengeluaran darah secara rinci dari sudut pandang baru berdasarkan konsep pathologi humoral. Daftar indikasi medis terapi bertambah panjang, sehingga mendorong lintah untuk masuk dalam peringkat “obat mujarab” (panacea).

Daerah khusus terapi dikembangkan oleh Termier, seorang ahli bedah. Dengan berkembangnya potensi pembedahan, maka komplikasi pembekuan darah (thrombus) dan penyumbatan arteri (embolism) lebih sering terjadi pada pasca operasi. Karena sangat mahal untuk mengekstraksi hirudin, Termier merekomendasikan aplikasi langsung terapi lintah pada tahun 1922, dimana hirudin dapat diinjeksi secara alami. Termier menyebutnya “hirudinisasi darah”. Beberapa tahun kemudian, semua rumah sakit terkenal di Eropa mulai menggunakan terapi lintah sebagai indikasi medis.

Tahun 1970, terapi lintah kembali diakui secara internasional, karena banyak digunakan pada bedah umum, plastik dan rekonstruktif untuk mengatasi penyumbatan vena pasca operasi dan penolakan pencangkokan. Terapi ini populer dalam naturopatik modern di berbagai negara berbahasa Jerman. Laporan kesuksesan dalam mengatasi rasa nyeri penyakit persendian secara naturopatik dari departemen naturopatik berbagai universitas secara luas diterima.
Terapi Lintah Dalam Ilmu Kedokteran
Ahli Medis Menggunakan Terapi Lintah
Sejarah Terapi Lintah di Dunia Kedokteran
Manfaat terapi lintah di lidah
Manfaat terapi lintah untuk tumor
Manfaat terapi lintah untuk stroke
Manfaat terapi lintah di wajah
Testimoni terapi lintah
Manfaat lintah kering
Pengobatan lintah menurut islam
Manfaat lintah kering untuk stroke


Sumber
Buku : Terapi Lintah teori dan praktek
Karya : Vita Sarasi, Bandung 2011

Related product you might see:

Share this product :

Posting Komentar

 
Copyright © 2011. RajaLintah.com | 087852511471 - All Rights Reserved
Template by Creating Website | Re-designed by : Template Toko Online